Penyiksaan dalam KUHP
Selain sejumlah peraturan diatas, KUHP merupakan regulasi yang memberikan ‘ruang’ untuk mengadili kejahatan penyiksaan. Dalam praktik pengadilan pidana (umum), kasus-kasus yang terkait dengan penyiksaan dapat dijerat dengan pasal-pasal terkait dengan penganiayaan yakni Pasal 351, 353, 354, 355, 356(3) dan pasal-pasal yang terkait dengan penyalahgunaan jabatan, yakni Pasal 421 dan 422 KUHP.
Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 353
(1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatka luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (3) Jika perbuatan itu mengkibatkan kematian yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 354
(1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.
Pasal 355
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 356
Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga: 1. bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya atau anaknya; 2. jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejbat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah; 3. jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.
Pasal 421
Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
Pasal 422
Seorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan barang paksaan, baik untuk memeras pengakuan, maupun untuk mendapatkan keterangan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal-pasal tersebut dalam dalam praktiknya memang digunakan untuk mengadili para pelaku kejahatan penyiksaan, yang jika digabungkan dalam beberapa pasal ‘seolah’ memenuhi kriteria sebagai suatu kejahatan penyiksaan. Seorang pejabat publik melakukan penganiyaan biasanya akan dijerat dengan pasal 351 dan 352 KUHP serta Pasal 422. Namun seringkali, perbuatan yang seringkali telah memanuhi sebagai kejahatan penyiksaan, kemudian diadili dengan hanya menempatkan pelaku (yang pejabat publik) sebagai warga sipil yang melakukan penganiayaan.
Sebagai contoh, seorang terdakwa anggota polisi yang dituduh ‘secara melawan hukum telah melakukan, yang menyuruh melakukan atau yang turut melakukan, penganiayaan yang direncanakan terlebih dahulu yang menyebabkan meninggalnya’ seorang korban dalam tahanan serta kasus lain dimana anggota polisi yang didakwa melakukan ‘penganiayaan’ terhadap korban dalam tahanan yang mengakibatkan korban mengalami meninggal dan luka berat.
Dalam kasus pertama, terdakwa diancam dengan Pasal 351(3) Jo Pasal 55(1) ke- 1 KUHP (primair), Pasal 351(2) Jo Pasal 55(1) ke- 1 KUHP (subsidair), dan Pasal 351(1) Jo Pasal 55(1) ke- 1 KUHP (lebih subsidair). Dengan konstruksi demikian, unsur-unsur yang akan dibuktikan di pengadilan hanya mencakupi: (i) barang siapa; (ii) melakukan penganiayaan; (iii) mengakibatkan mati; (iv) menimbulkan luka berat; (iv) yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan.