Pada awal reformasi, berbagai kebijakan dan termasuk kebijakan dalam bentuk hukum terkait HAM dibentuk, misalnya Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang HAM yang mengakui nilai-nilai HAM sebagaimana tercantum dalam berbagai instrumen HAM internasional termasuk kebebasan berpendapat dan berekspresi, ratifikasi sejumlah instrumen HAM internasional, terbentuknya UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM (selanjutnya UU HAM) yang mengakui berbagai hak dan memberikan landasan hukum yang lebih kuat kepada Komnas HAM, serta terbentuknya UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) yang mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat harus dijamin.
Pada tahun 2000, terjadi perubahan UUD 1945 yang memperkuat norma-norma HAM sebagai hak-hak konstitusional dengan mengadopsi norma-norma HAM dari instrumen HAM internasional. Hak-hak asasi yang diakui dan dijamin tersebut termasuk hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi yang diatur dalam:
Pengakuan dan jaminan hak atas kebebasan berekspresi dalam Konstitusi memperkuat hak-hak tersebut yang telah dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, yakni di berbagai ketentuan dalam UU No. 39 Tahun 1999:
Selain kedua instrumen tersebut, pada 2005 Indonesia juga telah meratifikasi ICCPR melalui UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik. Artinya Indonesia sebagai Negara Pihak telah menerima dan mengakui hak-hak yang dijamin dalam ICCPR, termasuk ketentuan mengakui dan menjamin berbagai ketentuan terkait dengan kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Pengaturan dalam UUD 1945, UU HAM dan berbagai UU lainnya termasuk UU Pers dan UU Pengesahan ICCPR tersebut secara umum telah mengakui dan menjamin kebebasan berpandapat dan berekspresi sebagaimana diatur dalam instrumen HAM internasional.