Bentuk-bentuk Perlakuan dan Penghukuman yang kejam dan sewenang-wenang

Pasal 16 UNCAT menyatakan: [1. Setiap Negara Pihak harus mencegah di wilayah kewenangan hukumnya perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan, yang tidak termasuk tindak penyiksaan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 1, apabila tindakan semacam itu dilakukan atas atau atas hasutan atau dengan persetujuan atau kesepakatan diam-diam pejabat pemerintah atau orang lain yang bertindak dalam kapasitas resmi. Secara khusus, kewajiban-kewajiban yang terkandung dalam pasal 10, 11, 12, dan 13 berlaku sebagai pengganti acuan terhadap tindak penyiksaan ke bentuk-bentuk lain perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan. 2. Ketentuan Konvensi ini tidak mempengaruhi ketentuan dari setiap perangkat internasional atau hukum nasional yang melarang perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan atau yang berhubungan dengan ekstradisi atau pengusiran.]

Penyusun Konvensi menginginkan sejumlah kewajiban negara diterapkan untuk penyiksaan, yang memisahkan kewajiban terkait dengan ‘perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan. Namun, sebagaimana pandangan Komite, terdapat masalah terkait dengan minimnya aturan tentang perbuatan tindakan yang termasuk ‘perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan.

Negara-negara bebas untuk mengadopsi atau membentuk pengaturan, misalnya untuk mengkriminalkan perbuatan ‘‘perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan’ sebagai kejahatan yang terpisah, namun negara tetap mempunyai kewajiban melakukan langkah-langkah untuk mencegah tindakan-tindakan tersebut.

Komite Menentang Penyiksaan melihat, banyak negara mengidentifikasi atau mendefinisikan tindakan-tindakan tertentu sebagai ‘perlakuan yang buruk’ dalam hukum pidana mereka. Sebagai perbandingan dengan ‘penyiksaan’, perlakuan yang buruk dapat berbeda dalam konteks tingkat ‘keparahan’ dari rasa sakit dan penderitaan, serta tidak mensyaratkan adanya tujuan-tujuan (penyiksaan) yang tidak diperbolehkan.

Pelapor Khusus PBB untuk Penyiksaan menyatakan bahwa cara atau kriteria yang paling baik untuk membedakan ‘torture’ dan ‘cruel, inhuman or degrading treatment’ adalah tujuan dari perbuatan dan ketidakberdayaan korban (powerless of the victims), daripada intensitas penderitaan yang muncul. Penyiksaan adalah dilarang dalam situasi apapun, sementara faktor ‘situasi/kondisi’ ini akan menentukan kualifikasi dari ‘cruel, inhuman or degrading’.

Jika kekuasan atau kewenangan yang digunakan adalah sah dan untuk tujuan yang sah, serta diterapkan proporsional dengan tidak melampaui kewenangan dan tujuan yang sah tersebut, maka secara umum tindakan itu tidak masuk dalam kualifikasi ‘cruel, inhuman or degrading’. Namun, perlu dilihat juga bahwa dalam situasi di penahanan atau situasi dimana ada kontrol secara langsung terhadap para tahanan, tidak ada pengujian atas proporsinalitas tindakan, maka setiap tekanan fisik dan mental atau paksaan dapat dianggap sebagai tindakan yang ‘cruel, inhuman or degrading.’

Berdasarkan pada yurisprudensi internasional, pengertian “perlakuan atau penghukuman yang yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan” dirumuskan dengan sejumlah kondisi:

  1. tindakan yang dilakukan lebih rendah tingkat keparahannya dari tindakan penyiksaan;
  2. perlakuan yang merendahkan martabat adalah perlakuan yang mempermalukan (humiliate) atau merendahkan (debase) seseorang, atau perlakuan yang menujukkan kurangnya penghormatan pada seseorang, atau mengurangi (diminish) martabat seseorang dan menyebabkan perasaan ketakutan, penderitaan (anguish) atau sikap inferior yang menjadikan ketahanan moral dan fisik mereka runtuh (breaking a person’s moral and physical resistance);
  3. perlakuan buruk dapat mencakup kesakitan atau penderitaan mental dan fisik, namun tidak ada persyatan khusus bahwa kesakitan yang parah terjadi;
  4. tidak ada perlu bahwa situasi yang merugikan atau membahayakan dilakukan dengan sengaja;
  5. tindakan yang merugikan atau membahayakan tersebut dilakukan oleh pejabat publik atau orang lain yang bertindak dalam kapasitas resmi.

Scroll to Top